Prasasti Soekarno dan Sungguminasa Sebagai Kota Mahasiswa

Oleh : Hafid Abbas dan Awaluddin (Tjalla Peneliti Kota Mahasiswa)

Menarik dikenang ketika Tony Blair terpilih untuk kedua kalinya memimpin Inggeris, pada 22 Mei 2001 di University of Southampton, ia menyampaikan prioritas utamanya yakni pendidikan, pendidikan dan pendidikan.

Kesan seperti itu juga terjadi di Gowa, pada priode kedua kepemimpinan Adnan Purichta Ichsan 2021-2025, prioritasnya yakni pada pendidikan, pendidikan dan pendidikan. Prioritas itu dibangun atas kesadaran bahwa kekuatan suatu masyarakat, bangsa dan negara bukan ditentukan oleh sumber daya alamnya tapi pada manusianya.

Dengan kualitas pendidikan yang baik, daerah itu akan maju dan sejahtera. Karenanya, dana desa yang dimilikinya dipergunakan untuk dua kepentingan utama yakni pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan sumber daya manusia.

Melalui kebijakan itu, telah diluncurkan beragam program seperti: Satu Desa Satu Sarjana, Mahasantri, dsb. Jika setiap desa dan kelurahan membiayai kuliah dua anak berprestasi, maka setiap tahun Gowa menghasilkan 334 Sarjana Berprestasi yang akan tersebar di 167 desa dan kelurahan.

Prioritas Adnan di ranah pendidikan mendapatkan momentum dengan kehadiran Sungguminasa, ibukota kabupaten Gowa, yang ternyata memenuhi kriteria yang layak disebut sebagai Kota Mahasiswa atau Kota Intelek (the City of the Intellect).

Istilah ini pertama kali diungkapkan oleh Presiden Soekarno pada 15 September 1953 ketika ia meletakkan prasastinya di Gedung Daksinapati (sekarang gedung Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta) yang menyatakan bahwa kawasan Kampus ini sebagai “Kota Mahasiswa” Jakarta. Saat itu, UNJ masih menjadi bagian dari UI sebagai sekolah keguruan dan ilmu pendidikan.

Prasasti “Kota Mahasiswa” ini kini seakan terlupakan, meski ini adalah salah satu warisan monumental Soekarno kepada dunia pendidikan di tanah air yang patut dikenang selamanya.

Istilah “Kota Mahasiswa” oleh Soekarno kelihatannya baru mulai dikenal oleh masyarakat internasional setelah pertama kali Quacquarelli Symonds (QS) bersama Times Higher Education (THE) mempublikasikan hasil studi pemeringkatan kota-kota mahasiswa terbaik di dunia pada 2010. Misalnya, pada 2022, QS menempatkan London sebagai Kota Mahasiswa terbaik di dunia, kemudian disusul Munich, dan Seoul di urutan ketiga. Pemikiran Soekarno sungguh melampauhi zamannya.

Dengan mengikuti kriteria Presiden Soekarno dan QS, dijelaskan bahwa satu kota patut disebut sebagai Kota Mahasiswa apabila memenuhi berbagai krieria berikut.


Pertama, di kota itu sudah terdapat minimal tiga perguruan tinggi bereputasi yang melayani masyarakatnya yang berpenduduk lebih 250 ribu jiwa. Keberadaan Kampus UI Salemba sebagai Perguruan Tinggi Kedokteran dan Lembaga Pendidikan Jasmani; Kampus UI Rawamangun sebagai Perguruan Tinggi Ilmu Hukum, Kesusasteraan dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat; dan kawasan UI di Pegangsaan Timur sebagai tempat hunian para mahasiswa, Jakarta sungguh sudah memenuhi kriteria QS dan THE yang baru muncul setelah 57 tahun peletakan Prasasti Soekarno di Kampus Rawamangun.

Sungguminasa Kota Mahasiswa

Gowa dengan ibukotanya Sungguminasa yang berpenduduk 769 ribu jiwa (BPS, 2021) dihuni oleh sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta yang unggul berakreditasi A dari BAN-PT, yakni: UIN Alauddin dengan kampus utamanya di Samata, UNHAS di Bontomarannu, dan UNM di Parangtambung (perbatasan Sungguminasa-Makassar), Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Palangga, Universitas Muhammadiyah di Sungguminasa dan sejumlah sekolah tinggi, politeknik dan akademi negeri dan swasta.

Data Kementerian Dalam Negeri 2020 memperlihatkan bahwa di antara 514 Kabupaten/Kota, terdapat 416 kabupaten dan 98 kota. Ternyata di antara semua kota dan kabupaten tersebut sedikit sekali yang memiliki minimal tiga perguruan tinggi (PT) berakreditasi “A”. Tidak satupun kota di seluruh wilayah Kalimantan, Papua, NTT, NTB, dan Maluku yang memiliki minimal tiga PT berakreditasi “A”, di Sumatera hanya Medan, di Sulawesi hanya Makassar dan Sungguminasa dan di Bali hanya Denpasar.

Sebarannya, Jakarta dan Surabaya masing-masing memiliki 19 PT unggul (A) menurut BAN-PT; kemudian disusul Yogyakarta 14; Bandung 13; Semarang 12; Solo dan Medan masing-masing 5; Malang, Makassar dan Sungguminasa masing-masing 4; dan Denpasar 3. Sedangkan kota yang memiliki PT berkulaitas dunia (world class university di peringkat 600 ke bawah menurut QS dan THE, hanya: Jakarta dengan 7 PTN/PTS; Bandung 5 dan Yogyakarta masing-masing 5; Surabaya 3; Solo dan Malang masing-masing 2; dan Semarang, Medan dan Denpasar masing-masing 1.

Kedua, kota itu aman dari segala gangguan keamanan bagi mahasiwa dalam menjalani kehidupan perkuliahannya. Data Kepolisian (2020) memperlihatkan kota paling aman adalah Semarang dengan hanya 46 kasus kriminal setiap bulan, kemudian disusul Yogyakarta 49 dan Solo 59; Malang 88; Makassar dan Sungguminasa-Gowa 89; dan Denpasar 163. Yang paling rawan adalah Jakarta (2527), disusul Surabaya (1921) atau Semarang 55 kali terlihat lebih aman dibanding Jakarta.

Ketiga, data BPS (2020) dan berbagai sumber lain memperlihatkan bahwa kota termahal di Indonesia dengan rata-rata biaya hidup setiap bulan adalah Jakarta (Rp 7,5 juta), kemudian disusul Surabaya (Rp 6,1 juta); Denpasar (Rp 5,7 juta); Bandung (Rp 5,6 juta); Malang (Rp 5,1 juta); Medan (Rp 5 juta); Yogyakarta dan Semarang (Rp 4,8 juta); Makassar dan Sungguminasa (Rp 4 juta). Kota dengan biaya hidup termurah adalah Solo dengan hanya Rp 3,5 juta per bulan, terlihat dua kali lebih murah dibanding dengan Jakarta.

Berikutnya, data BPS (2020) menunjukkan bahwa kota yang membuka peluang kerja terbesar bagi mahasiswa bekerja sambil kuliah atau bekerja setelah tamat dengan indikator prosentase tingkat pengangguran terbukanya (TPT) terkecil yaitu: Yogyakarta (4,57%), kemudian disusul Sungguminasa-Gowa (6,44%); Denpasar (7,62%); Solo (7,92%); Semarang (9,57%), dan Malang (9,61%). TPT tertinggi adalah Makassar (15,92%); disusul Bandung (11,33%); Jakarta (10,95%); Medan (10,74%) dan Surabaya (9,79%). Atau Yogyakarta tiga atau empat kali lebih mudah mendapatkan pekerjaan dibanding dengan di Makassar.

Kelima, data BPS (2020) dan berbagai sumber lainnya memperlihatkan bahwa akibat pandemi Covid-19, Kota Mahasiswa yang paling banyak dikunjungi pendatang mancanegara yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi iklim pergaulan internasional di kampus, sepanjang 2020 adalah Denpasar (1.050.505); Jakarta (89.616); Medan (44.285); Yogyakarta (40.570); Surabaya (37.257); Semarang (21.764); Malang (16.286); Solo (4.485); Makassar dan Sungguminasa (3.573). Yang paling sedikit dikunjungi pendatang mancanegara adalah Bandung (103). Denpasar terlihat 10.199 kali lebih banyak dikunjungi pendatang dibanding Bandung.

Berdasarkan data dari kelima kelompok variabel tersebut, dengan memberikan bobot yang lebih besar atas keberadaan universitas berkualitas dunia di satu kota, terlihat bahwa pada 2020, Yogyakarta di peringkat pertama dengan skor 23, lalu disusul Jakarta di urutan kedua (21) dan Semarang di peringkat ketiga (18). Urutan ke empat ditempati Bandung dan Surabaya (16), kemudian Solo dan Malang di urutan kelima (15), disusul Sungguminasa di urutan keenam (14). Selanjutnya, Medan, Makassar dan Denpasar di urutan ketujuh (12).

Sungguh satu prestasi luar biasa, kini Sungguminasa dan Makassar hadir sebagai kota ke enam dan ke tujuh terbaik (2021) di antara 514 kabupaten/kota di tanah air sebagai destinasi pendidikan tinggi bagi masyarakat luas. Semoga ke depan, semakin banyak kabupaten/kota yang layak disebut sebagai Kota Mahasiswa sesuai dengan kriteria Presiden Soekarno yang telah dicanangkan tujuh dekade silam.